Minggu, 26 Agustus 2012

Cerpen 1 --- Teman-Teman ku Baik



Pagi ini adalah pagi yang sangat cerah bagi Amel. Dia merasa lega karena hari inilah dia bisa melepas rindu dengan teman-temannya. Amel rindu dengan semua canda tawa teman-temannya, celotehan yang tak ada akhirnya dengan teman-temannya, dan juga suasana sekolahnya. Tak Cuma lega, Amel juga merasa agak takut, dia takut jika pembagian kelas hari ini tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi, Amel yakin dia pasti bisa bergaul dengan teman-teman barunya. “Mah aku berangkat dulu yah, salamin aja ke papa ya. Amel takut kalau terlambat.” Kata Amel. “Iya. Eh kamu hati-hati ya mel. Mama nanti pulang agak sore mungkin soalnya mau keluar sama budemu dari siang.” Jawab mama. “Oke deh ma.
              Seperti hari-hari biasanya Amel selalu berangkat sekolah naik angkot. Mungkin semua sopir angkotnya sudah akrab dengannya. “makasih ya pak.” Kata Amel pada sopir angkot yang mengantarnya. “iya sama-sama ya neng Amel.” Jawab pak sopir angkot. Di depan gerbang sekolah Amel seperti biasa memasang senyum anehnya yang kalau dilihat sperti terpksa melebar, tetapi itu memang senyum iklasnya dan senyuman itu selalu membuat teman-temannya tertawa terpingkal. “Mel? Gak bisa brenti senyum kayak gitu? Sumpah ini aneh banget mel.” Kata MInun sambil tertawa sampai menangis. “Nun, ini ketawa iklas ku tau,kalo ketawa, ketawa aja gak usah nangis nangis gitu.” Jawan Amel. “Udah ah mel, ayook buruan ke lapangan, udah mau dibagi kelasnya.” Kata Piko mengakhiri percakapan Minun dan Amel. Setelah menunggu pembagian kelas yang amat sangat membosanka itu. Jadilah Piko, Minun, dan Amel satu kelas. Mereka bahagia tapi, mereka juga bingung siapa yang harus mengalah untuk duduk sendiri, mereka cuma bertiga dan bangkunya hanya berisikan 2 kursi. “Oke! Gak usah saling ngeliat kali cemun ku. Gak usah bingung, aku gak papa kok duduk sendiri. Gimana?” kata Amel dengan semangat dan langsung menarik Minun dan Piko untuk masuk kelas barunya.
              “Saya boleh duduk disebelah sini?”  Sapa seorang anak laki-laki. “Oh iya boleh kok, kursinya kan bukan punyakku, milik kita semua kok.” Jawa Amel. Tak sempat untuk menannyakan nama anak laki-laki itu, Wali kelas itu pun masuk dan mengabsen satu persatu muridnya. Amel punmengerti teman sebangkunya itu bernama Sugianto. “Sugianto?” sapa Amel. “Panggil saja saya Gian.” Jawabnya. “Ha? Gian? Oke, eh jangan manggil anda saya gitu kali yan? Aku jadi gak enak juga. “Iya Mel,” jawab Gian sambil tertawa malu. Dari awal penilaian Amel, Sugianto menurutnya anak laki-lai yang sangat rapi. Dasinya berada di kacing yang paling atas, meskipun tidak keliatan seperti anak lugu, tapi dia kelihatan kalau masih lugu. Tapi, Amel tidak merasa terganggu dengan kelakuan GIan justru Amek sangat terhibur dengan kuluguannya Gian.
              Karna hari ini adalah hari pertama masuk, tentunya KBM belum berlangsug dan pulang lebih pagi. Langsunglah Amel pulang. “loh? Kok sepi? Kan mama bilang siang sampai sore keluarnya. Udah aku bela-belain langsung pulang biar bisa gak kekunci di luar. Eh malah perginya pagi. Tunggu aja deh.” Kata Amel. “Mel? Kamu gak ikut mamamu ke rumah sakit?” tanya tetangga depan rumahnya. “Enggak No. Ngapain ke rumah sakit? Aku baru aja pulang No, kekunci d luar No.” jawab Amel. “Yuk cepet, aku anter aja kamu kesana!.” Sahut Ono. Di jalan Amel hanya diam memikirkan apa urusan ibunya dengan rumah sakit yang dimaksud Ono. Pikiran Amel mulai kacau. Diantarnya Amel ke suatu kamar dari rumah sakit itu. Amel pun melihat ayah nya tergeletak lemah di kamar tersebut. Amel pun mengerti ayahnya baru saja terserang penyakit jantung mendadak. Terasa lemas tubuh Amel dia menutup wajahnya dan menangis. Rasanya sedih, menyesal, dan dia bungung harus melakukan apa setelah mamanya menjelaskan kejadian yang terjadi pada ayahnya itu. “Mel, kamu pulang aja ya sama Ono. Besok kamu harus sekolah kan. Biar mama aja yang jaga papamu. Nanti, kalau kamu mau apa-apa bilang aja ke Ono mama udah bilang kok sama tetangga depan.” Kata mama. Amel pun hanya diam seperti orang melamun dan meninggalkan rumah sakit itu. sepanjang perjalanan pulang Amel hanya diam dan menangis. Dia sangat terpukul, Ono pun menjadi bingung harus menghibur dengan melakukan apa. “Mel? Udah nyampek nih, turun dong, masak aku harus nuntun motor yang kamu naikin masuk ke gang?” hibur Ono sambil tertawa kecil. Amel langsug lari menuju rumahnya dan menangis di dalam rumahnya sendirian. Ono yang kaget melihat Amel seperti itu langsung mengerutkan dahinya. Amel memang dikenal sebagai anak yang ceria, ramah, lucu dan selalu menganggap semuanya mudah. Tapi. Rasanya itu hilang setelah Amel melihat ayahnya dipasangkan oleh alat-alat rumah sakit yang mengerikan itu. Semalaman Amel menangis yang membuat matanya bengkak.
              Saat disekolah Amel medapatkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan raut mukanya. Tapi Amel hanya menjawab "Aku gak papa kok.” Sambil tersenyum pasrah. Amel memang sengaja menutupi musibah yang terjadi padakeliarganya. Hari demi hari yang dia jalani justru makin menyedihkan, ayahnya masih saja belum membaik, justru makin parah. Amelpun, tidak tahan dan menceritakan kepada sahabat-sahabatnya. “Amel aku sama Minun ikut sedih, lain kali kalau ada apa-apa langsug cerita sama kita aja, biar kamu gak nyimpen sendri. Bahaya loh kalau kamu simpen itu sendiri.” Ucap Piko. “Mel? Papa kamu beneran sakit jantung? Masih belum sadar?” tiba-tiba Gian ikut dalam pembicaraan. “iya gi, aku gak tau harus ngapain biar ayah ku membaik.” Jawan Amel. “harusnya kamu jangan sedih di depan ayah mu. Kalau kamu sedih otomatis ayah mu juga sedih, nah gimana mau sembuh kalau ayah mu masih sedih?” jelas Gian. “Iya bener itu mel. Kamu harus sembunyiin perasaan sedih kamu ke papa kamu. Aku juga pernah denger itu dari tetangga ku yang biasa ngerumpi di Posyandu sebelah rumah ku.” Celetuk Minun. Amel pun memutuskan untuk mengikuti saran yang diberikan oleh teman-temannya itu. Dan yang hasil kesehatan papanya memang semakin membaik. Dia pun bercerita kepada teman-temannya. “makasih yah teman-temanku yang sangat aku sayangi. Berkat kalian nih papa aku udah agak baik. Sekarang papa udah boleh pulang. Tapi belum sembuh total kata dokternya ada masa pemulihannya gitu.” “iya mel, kita juga seneng kali mel. Lihat kamu udah bisa ketaa-ketawa kayak dulu lagi.” Jawab Piko.
            Kini Amel merasa sedikit lega dengan kemajuan kesehatan papanya itu. hari harinya diisi untuk memulihkan papanya dengan usaha menghibur papanya. Tapi, dia harus tetap waspada dengan penyakit papanya jika kembali menyerang kesehatan papanya itu.


 

 

0 komentar:

Posting Komentar